Akhirnya saya meluangkan waktu untuk menulis tentang kelanjutan Seminar Love Your Marriage, buku catatan yang sempat kesingsal (lupa meletakannya dimana). Lansung aja ya ..... Tanggal 16 April 2016 ini seminar terakhir dari 3 rangkaian seminar, kali ini temanya Masalah dan Solusi.
Sekadar mengingatkan, seminar pertama dengan sub tema Siapkah Kamu Menikah? pada tanggal 2 April 2016
seminar kedua dengan sub tema Perkawinan Diberkati tanggal 9 April 2016

Ibu Wenny Mihardja selaku ketua panitia menyampaikan kata sambutan intinya beliau menyampaikan seminar ini diadakan dengan tujuan untuk membahas bagaimana kita menghadapi tantangan dan konflik didalam hidup berkeluarga dan solusinya. Kami berharap dengan pengetahuan  yang akan kita peroleh dalam seminar ini, kita dapat menerapkannya didalam hidup perkawinan kita, dan kita dapat membentuk keluarga Kristiani yang diberkati sebagaimana Tuhan kehendaki. 

Acara langsung dilanjutkan dengan pembicara Romo Andang L. Binawan, SJ.
Begitu ngomongin perkawinan banyak yang bilang : "Pastor tahu apa sich?" Begini pembelaan Romo Andang. Romo Andang langsung menanyakan siapa yang suka sepakbola? ternyata ada perempuan yang suka juga dengan sepakbola. Kita tahu bahwa dalam persebakbolaan yang menarik juga komentatornya bukan hanya pemainnya. Demikian juga dalam perkawinan, saya komentator perkawinan, dengan kata lain saya memberanikan diri untuk sedikit mensharingkan pemahaman saya terkait dengan perkawinan dan terkait dengan masalah dan solusi. Kalau mau disederhanakan sebenarnya saya berbagi tugas dengan Romo Erwin. Pembagian tugasnya begini perkawinan selalu ada masalah, biasanya kami bagi menjadi 4 stadium kayak cancer satu bagian suami isteri itu sendiri, dua tiga pergi ke Romo Erwin, yang keempat baru saya.

Lalu Romo Andang menyanyakan siapa yang disini yang belum menikah? Yang menikah diatas 30 tahun? Pertanyaannya untuk yang sudah menikah dan yang akan menikah, sebenarnya Anda menikah waktu itu kira-kira untuk apa ya? mau apa ya? Karena mama saya mau punya cucu, jangan-jangan begitu. Ada yang mencari teman hidup, ada yang mau supaya bahagia. Untuk yang sudah menikah inget nggak, sebelum menikah MC ngomong selamat datang di Gereja ini, Pada hari ini kita akan mendoakan supaya pasangan A dan B hari ini menikah dan hari ini menjadi saat yang terindah buat mereka. Apakah Anda pada waktu menikah minta pada hari pernikahan menjadi hari yang paling indah? ya nggak? kira-kira hari ini indah nggak? Saya mau mengatakan begini, ketika saya diminta untuk mendoakan mereka yang akan menikah supaya hari ini menjadi hari yang terindah buat mereka saya tidak mau, Saya tidak mau mendoakan saat pernikahan menjadi saat terindah, mengapa? terindah berarti yang paling indah hari itu kan? lalu hari berikutnya bagaimana? Justru sikap kita sebagai seorang Katolik bahwa pernikahan menjadi saat yang indah iya, yang terindah kapan? Justru disini kita akan mencoba melihat bagaimana kita mencoba memecahkan solusi. 

Suatu hari saya pergi ke Jogja depan saya duduk sekeluarga, bapak ibu dan 2 orang anak kira-kira umur 5 tahun dan yang kedua 1,5 tahun, seperti biasa orang naik pesawat harus pake shelt belt termasuk anak yang 1,5 tahun sudah tidak bisa dipangku. Anak yang berumur 1,5 tahun nangis, yang 5 tahun santai-santai saja. Kalau kita sadari mengapa anak kecil ini nangis? Sebenarnya karena dia belum tahu tujuannya kenapa shelt belt ini harus dipasang. Nah inilah yang menjadi dasar pengandaian saya terkait dengan masalah didalam perkawinan. Setiap orang punya masalah, bagaimana kita apakah tukang menangis, atau menjalaninya dengan biasa, atau menjalaninya dengan senyum terkait dengan persepsi kita masing-masing dengan perkawinan. Kalau orang tidak tahu tujuan perkawinan dia ada kesulitan bisa nangis seperti anak kecil tadi, tapi kalau kita tahu tujuan perkawinan, maka saya harap kita bisa menempatkan masalah itu didalam seluruh proses yang namanya perkawinan itu, itu tadi saya katakan perkawinan bukan sekedar wedding yang menjadi yang terindah pada waktu itu melainkan sebuah proses.

Mengapa proses? Ada sebuah panggilan yang paling dasar dari manusia. Kalau tadi Romo Harry Liong tanya apakah kita semua Katolik? Saya andaikan minimal kita semua yang kenal Yesus yang mengenal Injil sebagai pegangan kita. Didalam Injil kita ini diibaratkan benih yang ditanamkan Tuhan supaya tumbuh dan berbuah, saya tidak perlu mengutip ayat kitab sucinya, lihat di Matius 13:1-9 disitu dikatakan kita adalah benih yang harus tumbuh dan berkembang, terus, tidak peduli usianya berapa? Dalam konteks tumbuh dan berkembang ada dua jenis panggilan.
Pertama panggilan menjadi suami istri dan yang kedua panggilan menjadi SJ, Selamanya Jomblo
Kita punya panggilan untuk tumbuh dan berkembang.  Ibu Bapak memilih menjalani panggilan untuk menikah, dengan menikah itulah nanti kita tumbuh dan berkembang. Sekali lagi panggilan ada 2, bagaimana dengan panggilan lain jadi dokter, menjadi businessman, menjadi dosen, menjadi insinyur itu adalah panggilan sekunder yang harus ditempatkan untuk mendukung panggilan sebagai suami atau isteri bukan dibalik, kalau kita tahu gradasinyanya, nanti kalau ada masalah terkait dengan itu kita bisa menganalisanya dengan lebih gampang. Sekali lagi panggilan-panggilan profesi itu supporting untuk mendukung panggilan menjadi papa mama
Beda panggilan dan profesi itu apa?
Panggilan itu tidak ada kata cuti, apakah ada yang bisa cuti sebagai suami? Setiap detik dia adalah suami/atau juga seorang papa tapi menjadi insinyur, sebagai dosen, sebagai businessman bisa cuti, dengan kata lain panggilan itu selalu meresap dalam dirinya kita dan itulah yang nanti kita kembangkan untuk menjadi manusia yang tumbuh dan berkembang. cita-citanya jelas dalam Matius 13:8 ada yang berbuah 100x lipat ada yang 60x lipat 30x lipat itu pengandaian pertama.

Pengandaian kedua kita akan tumbuh dan berbuah dalam perkawinan terutama ketika kita memberikan cinta. Siapa yang boleh memberikan Sakramen Pernikahan? Pastor? Jelas.. Siapa yang memberikan Sakramen Pernikahan?, Ya pasangan itu. Seorang laki-laki ketika nanti berdiri disini menjanjikan aku menerima engkau sebagai istriku aku akan setia dalam suka dan duka, dalam untung dan malang, diwaktu sehat maupun sakit seumur hidup. Artinya apa? Aku memberikan diriku kepada pasangan dan itulah Sakramen. Sakramen menjadi sebuah pemberian diri karena cinta yang menumbuhkan itu adalah memberi. Jadi kita sudah punya 3 pengandaian pertama soal panggilan, kedua soal tumbuh dan berbuah yang ketiga memberi.
Pengandaian itu penting nanti kalau sudah menikah 10 tahun dengan dia aku nggak mendapatkan apa-apa dari dia berarti pengandaiannya salah seolah-olah kalau perkawinan aku harus mendapatkan dari dia padahal yang dijanjikan aku memberikan.

Pengandaian yang lain ada perkawinan itu adalah proses, proses yang harusnya naik bukan turun. Kalau kita mendoakan sepasang pengantin semoga hari menjadi saat terindah itu nanti prosesnya bisa turun. Kalau kita mendoakan hari ini indah semoga menjadi lebih indah maka kita seperti mendoakan mereka naik gunung.
Perkawinan itu ibarat naik gunung berdua. Naik gunung itu nggak gampang meskipun menyenangkan. Perkawinan ibarat naik gunung mengandaikan apa? Mengandaikan suka suka, mengandaikan kompromi. Mengandaikan juga seperti naik gunung itu kadang-kadang turun supaya bisa naik. Dalam seluruh proses kadang-kadang ada turunnya dan masalah itu ada disana, kita perlu tahu perspektifnya kalau kita tahu perspektifnya kita bisa menghadapinya dengan lebih santai dalam menjalani dinamika pernikahan.

Keluarga adalah sebuah sekolah cinta. Sekolah adalah sebuah proses dimana kita menjadi lebih baik dari hari ke hari. Pada waktu Anda sekolah ada saat-saat menyenangkan dan tidak bukan? Yang menyenangkan gurunya nggak masuk, libur, gurunya sakit. Kebalikannya yang nggak menyenangkan ulangan, ujian, banyak tugas, diserap, gurunya galak.
Coba sekarang pikir kalau nggak ada ulangan kalau nggak ada ujian, kalau gurunya nggak galak, kita belajar ga? Sebagian besar orang kalau nggak ada ujian, nggak ada ulangan kita nggak belajar apa artinya untuk hidup kita sebagai sekolah, kalau hidup ini menyenangkan semua kapan kita sekolah? Dengan kata lain seluruh masalah seluruh problem sebenarnya bisa kita lihat sebagai seperti sekolah ini ujian yang membuat kita menjadi lebih baik supaya kita naik kelas supaya kita menjadi lebih baik menjadi lebih dewasa. Demikian juga pernikahan kalau nggak ada masalah kita nggak mungkin tumbuh dewasa. Pengandaian-pengandaian ini diharapkan akan membuat sikap kita menjadi lebih jelas.

Bagaimana kita tumbuh dan berbuah? Perkawinan itu sekolah cinta yang dari EGP menuju Agape.
Setiap orang pada dasarnya egosentris memikirkan diri sendiri. Waktu Anda kecil ada guru Anda bagi coklat dan Anda boleh milih yang pertama Anda pilih yang mana? Pasti pilih yg paling besar. Andaikata terjadi gempa, siapa yang lari duluan pasti semua nggak ada yang bilang silahkan duluan. Tandanya apa? Ya pada dasarnya manusia itu egosentris.
Manusia-manusia yang mau menikah pada dasarnya juga diberi motivasi-motivasi individu, motivasi egosentris karena Tuhan menanamkan eros, Tuhan menanamkan libido, oksitosin supaya tertarik, demikian juga rasa nikmat dalam relasi seksualitas juga ditanamkan Tuhan, nggak jelek koq, yang jelek kalau berlebihan.
Cinta sejati itu yang dikembangkan dari EGP menjadi Agape. Agape itu cinta yang total, cinta yang tak bersyarat. Kita baru saja merayakan paskah.  Tri hari suci yang kita rayakan itu Cinta, Iman dan Harapan. Waktu Kamis Putih kita merayakan bagaimana Tuhan memberikan contoh cinta yang luar biasa, waktu Jumat Agung ketika Tuhan Yesus menyerahkan diri pada Bapa Nya itulah iman dan waktu Paskah ada harapan. Kalau kita sungguh orang Kristen maka kata cinta ini bukan sekedar eros, bukan sekedar libido melakukan Agape itulah cita-citanya tapi harus dibangun setapak demi setapak.

Ada perumpamaan lain pernikahan juga seperti menerbangkan layang-layang bersama keluarga. Untuk menerbangkan layang-layang perlu ke tanah lapang, Kita menemukan angin baru bisa terbang. Tanpa angin nggak akan terbang. Tetapi ada bahaya misalkan ada angin ribut.
Dengan perkawinan  diharapkan ego kita pecah. Tanpa ego kita pecah kita nggak akan tumbuh dan berbuah, bagaimana  caranya? Dengan menghadapi segala macam tantangan, segala macam kesulitan, segala macam masalah supaya kita tumbuh dan berbuah.

Romo Andang memperlihatkan video lagi makan bersama istri dan anak-anaknya nya nggak berani buka hp saat makan saat sendok kepala keluarga jatuh dan dia mengambilnya, anggota keluarga lain buru-buru ngecek HP masing-masing.  Hal itu berulang  terus dan ternyata si Bapak pura-pura menjatuhkan barang biar ada kesempatan melihat HP.

Segala macam tantangan ini akan jadi masalah besar kalau kita nggak waspada.
Kalau kita tidak memahami tujuan perkawinan dan waspada dalam menghadapi tantangan kita bisa menghadapi masalah dengan salah
Setiap keluarga ada masalah, setiap pribadi adalah pribadi yang unik, bukan hanya etnisnya, agamanya, cara berpikir laki-laki dan perempuan sudah berbeda.
Laki-laki kalau berpikir terkotak-kotak masa lalu yang biarkan masa lalu, masa depan nanti bisa dibicarakan. Hari ini bicara sekarang ya sekarang, bicara tentang hobi ya hobi, bicara keluarga ya keluarga. Sementara perempuan nggak ada kotak-kotak yang bicara sekarang bisa tiba-tiba masa lalu apalagi kalau marah, kamu dulu begini-begini. Ini sekedar contoh, laki-laki harus siap dengan cara berpikir perempuan dan perempuan harus tahu cara berpikir laki-laki. Secara psikologis jelas berbeda bukan hanya secara rasional, laki-laki nggak mengalami datang bulan. Kita harus realistis datang bulan itu mempengaruhi cara berpikir. Waktu itu teman saya cerita enak ya nggak punya pacar, pusing tiba-tiba  bisa marah kesana kemari. Itulah namanya perempuan tiap bulan ada dinamikanya sendiri. Saya nggak mengatakan itu jelek tapi itu diciptakan Tuhan juga dalam konteks bagaimana kita saling melengkapi dan saling mengenal.

Kalau kita tahu masing-masing berbeda bisa memicu timbulnya konflik, apakah itu selera makan, warna cat tembok, apakah itu warna baju bisa jadi potensi konflik apalagi pandangan tentang perkawinan, pandangan tentang anak berbeda, potensi konflik lebih tinggi. Mohon perbedaan agama harus hati-hati, kalau tidak hati-hati bisa konflik yang lebih besar, tapi kalau bisa dikelola silahkan. Konflik adalah bagian dari hidup. Cita-cita perkawinan bukan hanya melahirkan anak dan kebahagiaan tapi membuat kita sempurna maka ketidaksempurnaannya menyempurnakanku, ketidaksempurnaan suami atau isteri menyempurnakanku, dalam menghadapi dia aku jadi lebih sabar. Seluruh masa harus kita sikapi dengan benar dan dikelola dengan benar.
Ada yang mengatakan Romo saya sudah tidak tahan lagi, saya harus pergi. Sebagai Katolik apakah bisa pergi? Tidak. Misal tangan kita mau diamputasi karena stroke boleh tidak Romo kalau tangan saya diamputasi? Tidak. yang prinsipnya tidak, kalau kita menyikapi dengan gembira kita bisa jadi kesaksian tapi kalau ternyata bagian tubuh yang harus diamputasi kalau tidak akan mempengaruhi bagian tubuh yang lain ya baru diamputasi. Pada prinsipnya pertama adalah tidak.
ketemu Puji dan Fani - narsis setelah makan siang
Kenapa ada teman saya menikah orang kaya bisa dibatalkan dengan cepat? Tetapi ada teman saya yang miskin lama banget meskipun dia ditinggalkan suaminya tapi minta pembatalan pernikahan sulit.
Saya berani mengatakan bukan karena kaya atau miskin. Andai kata itu terjadi, katakanlah sepasang biasanya bukan sepasang tapi satu-satu datangnya karena nggak mau ketemu pasangan. Belum pernah minta pembatalan datang berdua. Pembatalan adalah ketika Gereja menilai kalau itu bukan perkawinan sementara kalau Perceraian melihat dari kejadian awal menikah. Dalam gereja Katolik ada yang namanya  kanonik, ada penyelidikan satu persatu.
Lihat masalahnya apa, kalau masalahnya setelah 20 thn nikah digamparin karena suami dipecat dari kerjaan ya nggak bisa dibatalkan kalau mau pisah ya pisah rumah tapi kalau masalahnya suaminya punya hutang banyak dan nyawa isteri jadi terancam dan perlu perceraian sipil ya bisa saja tapi dimata Gereja mereka tidak cerai.

Sebenarnya masih banyak pertanyan-pertanyaan saat sesi tanya jawab lalu dilanjutkan istirahat makan siang, setelah istirahat makan siang ada kesaksian iman dari pasutri Pak Ignatius dan Ibu Mimi dan ada sesi tanya jawab lagi. Kesaksian pasutri Pak Ignatius dan Ibu Mimi bikin saya terharu. Tapi lain kali saja deh saya ceritanya, sementara segini dulu, ntar kalau udah ada waktu nulis lagi baru saya tambahin ceritanya.

0 comments :

Post a Comment